HMI dalam Sejarah
Kehadiran HMI, yang dimotori oleh Lafran Pane, salah satunya, dipicu oleh kegelisahan atas kondisi
objektif keterbelakangan
masyarakat Islam di Indonesia. Ini tidak saja menjadi fenomena yang khas
Indonesia, melainkan fenomena yang umum. Umat
Islam terbelakang ketimbang pemeluk agama-agama besar lainnya. Untuk
mengetahui lebih utuh persoalan keterbelakangan dunia islam secara lebih luas, menarik dikutip komentar Nurcholish Madjid:
“Dewasa ini dunia Islam praktis merupakan kawasan bumi yang paling
terbelakang diantara penganut agama-agama besar. Negeri-negeri Islam jauh
tertinggal oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru yang
protestan; oleh Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katolik Romawi; oleh
Eropa Timur yang Katolik Ortodoks; oleh Israel yang Yahudi; oleh India yang
Hindhu; oleh China (“giant dragon”), Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan
Singapura (“little dragons”) yang Budhist-Konfusianis; oleh Jepang yang Budhist
Taois; dan oleh Thailand yang Budhist.
Meskipun merupakan fenomena yang universal, keterbelakangan umat islam di
Indonesia memiliki keunikan sejarahnya sendiri yang dapat ditelusuri pada
sejarah kolonialisme Belanda (dimana umat Islam terutama Islam kalangan santri
mengalami ketersisihan oleh kebijakan-kebijakan Belanda).
Sebagai gerbong kaum
muda yang berusaha merespon kondisi di atas, peran dan kontribusi HMI saat itu
tidak bisa dianggap kecil.
Pada saat Indonesia tengah mempertahankan diri
dari gempuran bangsa penjajah, organisasi ini benar-benar menjadi lokomotif
perjuangan baik secara fisik dan non-fisik. HMI
mengambil peran membantu kemerdekaan dan pada saat yang sama juga mengambil
peran pendidikan pemikiran, mengangkat martabat bangsa Indonesia dan terutama
mengembangkan pemahaman dan penghayatan keberagamaan umat islam sehingga islam
tidak sekedar menjadi cita-cita ideal, tetapi
benar-benar membumi, mewujud dalam tindakan nyata dan mendorong kepada kesadaran
praktis umat islam.
HMI benar-benar menjadi kekuatan dan lokomotif kaum muda dengan melahirkan elit muda terdidik yang memiliki kapasitas keilmuan, kepekaan
dan tanggung jawab yang besar terhadap lingkungannya. Kaum muda yang
lahir dari organisasi ini lebih merepresentasikan sosok – meminjam pembedaan kaum intelektual Antonio
Gramsci – “intelektual organik” ketimbang
“intelektual tradisional”. Intelektual organik adalah orang-orang yang memiliki
kepekaan dan bertanggung jawab terhadap kondisi sosialnya. Secara khusus,
penulis memberikan penilaian pribadi terhadap sosok Lafran Pane sebagai sosok intelektual organik. Keberadaannya tidak
bisa dilepaskan semangat dan konsepsi HMI. Bahkan Sejarawan HMI, Agussalim
Sitompul, memberi pengakuan yang cukup berkesan bahwa
“…sesungguhnya, tahun-tahun permulaan riwayat HMI adalah hampir
identik dengan kehidupan Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang punya andil
terbanyak pada mulabuka lahirnya HMI kalau tidak boleh kita katakan sebagai
tokoh pendiri utamanya…”
HMI dan Kondisi
Ke-Kinian
Sebagai organisasi perjuangan mahasiswa yang
sudah lama berkiprah dan ikut serta memajukan bangsa, HMI juga tengah mengalami kondisi devaluasi dan
distorsi kaderisasi. Karena itu, kondisi seharusnya segera disadari. Menurut Nurcholis Madjid, tantangan HMI ini yang sangat diperlukan
adalah menjawab tantangan zaman yang mengalami perubahan. Dia mengetengahkan
kata “fight for” dan “fight against”, atau perjuangan “pro-aktif” dan perjuangan “reaktif” dalam menjelaskan tantangan
HMI. Untuk memahami dua terminologi tersebut, mari kita kutip catatan beliau.
“Berkenaan dengan ini saya sering mengemukakan bahwa tantangan
sekarang tidak lagi lebih banyak bersifat “fight against” atau “berjuang
melawan” seperti dahulu sekitar awal kelahiran Orde Baru ketika Negara terancam
oleh berkembangnya ideologi anti-Pancasila dan anti-agama, tantangan sekarang
lebih banyak menuntut kemampuan untuk “fight for” atau “berjuang untuk”, yakni
sikap-sikap pro-aktif (positif), bukan reaktif (negatif)…identifikasi itu
hanyalah untuk memberi tekananyang lebih besar pada salah satu dari keduanya,
sesuai dengan tantangan zaman.”
Apa yang
dimaksudkan oleh Cak Nur sebagai “fight
for” adalah perjuangan yang lebih menekankan pada kemampuan “problem solving” sedangkan “fight against” merujuk pada kemampuan “solidarity making”. Dengan kata lain, “fight for” berarti berusaha untuk
menjawab problem-problem atau tantangan dari dalam. Sedangkan “fight against” berarti berusaha untuk
menjawab problem atau tantangan yang berasal dari luar.
HMI sedikit
banyak mulai menangkap pesan Cak Nur. Himpunan
ini terlihat
bergeliat untuk mencurahkan
usahanya menjawab tantangan dari dalam dirinya (fight for) ketimbang tantangan
di luar dirinya (fight against). HMI sedikit banyak
mencurahkan untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan dari dalam, membangun
tradisi kajian yang telah berurat-berakar di dalamnya, membuat mekanisme
training yang bagus dan struktur organisasi yang kokoh. Tapi kita juga melihat bahwa kondisi dan
problem kaderisasi juga terlalu banyak untuk kita tinggalkan.
Menyadari
kondisi ini tidak saja mengambil sikap kritis terhadap kondisi objektif tanpa
gagasan solutif. Menyadari kekurangan-kekurangannya berarti melihat secara
kritis-objektif kekurangan-kekurangan yang ada, memikirkan strategi apa yang
harus dilakukan membenahinya dan selanjutnya mengambil tindakan pembenahan,
hasil akhir proses dialektis antara kenyataan objektif dengan gagasan-ideal
konstruktif.
Yang perlu
disadari sekali lagi, pesan Cak Nur, HMI harus “berjuang untuk” bukan “berjuang
melawan”. Dengan menyadari sepenuhnya pesan ini, berarti persoalan yang krusial
yang perlu memperoleh pembenahan adalah aspek-aspek dari dalam itu sendiri,
sambil pada saat yang sama juga membentengi diri dari dobrakan-dobrakan dari
luar. Perjuangan dari dalam memungkinkan HMI kebal diri dari serangan dari luar.
Menarik
kata-kata yang sering dilontarkan oleh para senior setiap kali mengisi
perkaderan “HMI sudah sampai waktunya untuk berhenti mengutuk kegelapan dan
kebanggaannya terhadap tokoh-tokoh yang telah dicetak oleh HMI sendiri”.
Otokritik ini adalah hal wajar mengingat kondisi yang telah disebutkan di atas.